Selasa, 15 September 2009

filsafat bahasa

1. Menurut Verhaar pengertian filsafat bahasa mengandung dua makna yaitu;
(1) filsafat mengenai bahasa, dan
(2) filsafat berdasarkan bahasa.
Dalam pengertian pertama bahasa dijadikan sebagai objek berfilsafat, seperti ilmu bahasa, psikolinguistik, sejarah asal usul bahasa. Dalam pengertian kedua bahasa dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam berfilsafat. Dalam hal ini, menurut Verhaar bahasa mengandung dua pengertian; bahasa eksklusif yaitu bahasa komunikasi sehari-hari yang dipakai sebagai pedoman filsafat analitik dan bahasa inklusif yaitu bahasa musik, bahasa cinta, bahasa alam yang dijadikan arahan dalam hermeneutika.
(R. Mustansyir: Filsafat Bahasa)

Secara etimologi, istilah fisafat merupakan derivasi dari kata “falsafah” (bahasa Arab) yang diadopsi dari bahsa Yunani, yaitu dari kata “Philoshopia” yang terbentuk dari dua kata; “philien/philo” yang berarti cinta dan “shopia” yang berarti kebijaksanaan. Secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan orangnya disebut “filosof”.

Jadi perbedaannya pengertian Filsafat bahasa dengan pengertian filsafat pada umumnya adalah hanya pada objek kajiannya atau konsentrasi kajian yang digalang baik itu filsafat bahasa ataupun filsafat pada umumnya. Pengertian filsafat pada umumnya tidak hanya mengkaji bahasa tetapi lebih kompleks yaitu kehidupan.

2. a. Pada dasarnya, kaum sofis memandang kebenaran sejati itu tidak ada. Kebenaran bagi mereka hanyalah perubahan demi perubahan. Dan, karena kebenaran sejati tidak ada, serta tidak akan pernah tercapai, maka hilanglah perbedaan yang benar dan yang salah. Masing-masing memiliki kebenaran yang berbeda satu sama lain. Akan tetapi, kebenaran yang dianut masing-masing orang pun akan terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya, relativisme mencuat dari skeptisisme absolut ini. Relativitas mereka menerjang tanpa lantai. Filsafat mereka pun akhirnya terkesan sebagai sebuah pembongkaran ketimbang pembangunan."sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan") atau kaum sofis mengajarkan kebijakan pada banyak orang baik di dalam Athena maupun di luar kota Athena, namun dengan memungut bayaran. Yang kaum Sofis ajarkan kebantanya retorika dan kebanyakan dari mereka orangnya angkuh karena mereka merasa mereka lah orang yang paling bijaksana dan mereka lah orang yang maha tahu, dan kaum sofis mengatakan kebenaran berlaku relatif.
b. Sokrates membantah semua yang dikatakan oleh kaum sofis. Ia mengatakan pasti ada kebenaran yang sifatnya obyektif, dan ia lebih memusatkan perhatian pada tingkah laku manusia, bahkan ada seorang yang mengatakan Socrates telah membawa filsafat dari langit turun ke bumi, ini didasarkan atas ajarannya yang menjadikan filsafat memperhatikan manusia bukan alam semesta.
Cara yang dilakukannya adalah dengan metode dialektika yaitu melakukan dialog dengan siapa saja yang ditemuinya dan Socrates bertanya tentang segala hal yang menyangkut khidupan manusia bahkan pertanyaannya terkadang mudah namun sulit untuk dijawab oleh beberapa orang, terkadang ia mengungkapkan pertanyaan dengan humor yang terkesan tidak serius. Metode dialektis ini sering melibatkan diskusi yang bertentangan, cara pandang seseorang diadu dengan yang lain; seorang partisipan dapat mengarahkan orang lain untuk menentangnya sehingga akan memperkuat pandangannya sendiri
Socrates sebenarnya ingin memperkenalkan metodenya ini dengan nama maieutike tekhne atau dapat diartikan sebagai seni kebidanan. Yang dimaksud Socrates adalah membidani jiwa, karena ia percaya bahwa setiap orang telah mempunyai pengetahuan semu yang didapat dari ilham yang disampaikan oleh roh atau pertanda ilahi (daimonion semeion), namun biasanya manusia tidak menyadarinya, dan tugasnyalah untuk menyedarkan mereka akan pengetahuan semua itu sehingga yang tadinya pengetahuan bersifat semua menjadi pengetahuan yang nyata dan disadari.
c. Pola pemikiran Aristoteles merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan.
Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji keabsahan cara berfikir.
3. Rene Descartes mengembangkan metode Skeptisisme. Dalam bidang matematika, Rene Descartes memadukan prinsip geometri dan aritmatika dengan menggunakan prinsip rumus aljabar yang kemudian dikenal dengan koordinat kartesian.
Awal filsafat Descartes adalah kebingungan. Filsafat begitu beragam dan dianggap Descartes sebagai ilmu yang simpang siur serta penuh dengan kontradiksi. Dalam kebingungannya, Descartes merasa harus berbuat lebih untuk penyempurnaan filsafat. Ia mencoba menyusun ilmu induk yang mengatasi seluruh ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah yang bersifat umum dan cocok digunakan dalam segala ilmu. Logika Aristoteles tidak bermanfaat karena lewat logika itu tidak tercapai pengetahuan yang baru. Descartes mencoba untuk melepaskan diri dari ajaran-ajaran tradisional agar ia bisa memperbaharui filsafat dan ilmu pengetahuan.
Penjelasan Descartes dimulai dengan prinsip keraguan atau kesangsian kartesian. Sebuah pengetahuan baru adalah pengetahuan yang kebenarannya tidak dapat diragukan. Pengetahuan sejati dimulai dari kepastian. Titik tolak pengetahuan yang benar adalah titik pengetahuan yang tidak dapat diragukan atau disangsikan. Dasar pengetahuan adalah kepastian. Kepastian itu adalah kondisi tak bersyarat dan tidak tergantung dari hal yang dipelajari dan dialami karena segala sesuatu yang dipelajari dan dialami sewaktu-waktu dapat berubah. Perubahan menandakan ketidakpastian.
Kepastian hal yang benar-benar pasti dan ada dapat dicapai dengan meragukan dan menyangsikan segala sesuatu. Bila sesuatu itu bisa bertahan atas segala keraguan radikal maka sesuatu itu bisa disebut dengan kebenaran yang pasti. Inilah yang disebut dengan kebenaran filsafat yang pertama dan terutama.
Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan ada satu hal yang tak dapat diragukan lagi, saya yang sedang menyangsikan semua hal, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Maka muncullah istilah Je Pense, donc Je Suis. Descartes berpendapat manusia harus menjadi titik berangkat pemikiran yang rasional. Untuk mencapai kebenaran, rasio harus berperan semaksimal mungkin.
4. David Hume mewariskan metode filsafat yaitu metode empiris. Menurutnya pengalaman merupakan sumber kebenaran. Ide-ide dalam pikiran di dibandingkan secara impresif yang kemudian disusun untuk mendapatkan kebenaran secara geometris. Metode tersebut juga dilakukan oleh Locke, Hobbes, dan Berkeley. Common sense, menurut Hume adalah anugerah tuhan yang sangat berharga. Tetapi kita harus membuktikannya dengan tindakan yang masuk akal dan sengaja.
5. (1) Kebenaran a priori (secara etimologis berarti “dari hal yang lebih dulu”), yakni kebenaran yang independen dari pengalaman atau kebenaran yang datang sebelum kita berinteraksi dengan objek. Kebenaran ini memiliki validitas universal dan niscaya (necessary), tidak tidak bergantung dari pengalaman untuk membuktikan status kebenaran itu;
Misalnya: kebenaran matematis bahwa 1+2=3;
(2) Kebenaran a posteriori (secara etimologis berarti “dari hal yang lebih kemudian”), yakni kebenaran yang didasarkan atas pengalaman atau kebenaran yang datang sesudah kita berinteraksi dengan objek.
Misalnya: anjing itu menggonggong;
Menurut Kant, proposisi yang bersifat sintesis a priori merupakan proposisi yang sifatnya benar tanpa memerlukan pertimbangan dari pengalaman. Lebih jauhnya, proposisi yang bersifat sintesis a priori seperti misalnya: “Segala sesuatu pasti memiliki sebab”, tidak pernah bisa dibuktikan oleh para penganut aliran empirisme karena mereka telah telah terdoktrin bahwa “pasangan” dari sintesis adalah posteriori dan sebaliknya, “pasangan” dari analitis adalah apriori. Begitu juga dengan penganut aliran rasionalisme.
Kant berargumen, bahwa proposisi yang bersifat sintesis a priori memerlukan sejumlah macam bukti dibandingkan proposisi yang sifatnya analitis a priori atau sintesis a posteriori.
6. Keterkaitannya adalah moore berpendapat bahwa tugas utama filsafat adalah memberikan analisis yang tepat atau memadai tentang konsep suatu proposisi, yaitu menguraikan dengan jelas dan memadai apa yang dimaksud dengan konsep atau proposisi itu. Memberikan analisis secara pantas terhadap suatu konsep atau suatu proposisi itu sama dengan menggantikan perkataan atau kalimat yang digunakan untuk mengunggkapkan hal itu dengan ungkapan-ungkapan lain yang sama benar nilainya dengan kalimat arau ungkapan tadi.
7. a. Pemikirannya Wittgeinstein dan Bertrand Russel:
Persamaanya: - tugas utama filsafat adalah memberikan analogis dengan sintesa logis, yang bertujuan untuk penjelasan logis dari pikiran. Dan juga suatu logika bahasa yang sempurna mengandung aturan sintaksis tertentu sehingga dapat menghindari ungkapan yang tidak bermakna, dan memiliki simbol tunggal yang selalu memiliki makna tertentu dan terbatas.
Perbedaaannya: - penolakan Wittgeinstein terhadap metafisika sebenarnya merupakan suatu sikap yang tidak konsisten dengan visi dasar bahasa yang dilukiskannya sebagai gambaran duniayang memiliki struktur logis, karena sebenarnya hak ini sudah merupakan suatu keyakinan metafisik.
b. - proposisi adalah keterangan atau pernyataan-pernyataan tentang dunia, yaitu bahwa sesuatu itu adalah sedemikian rupa yang ditangkap oleh pikiran.
-Bahasa logika adalah ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis, atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan-ungkapan bahasa.
c. - Proposisi Atomis adalah pengungkapan fakta-fakta yang paling sederhana (istilah atomis sepadan dengan susunan benda-benda yang terdiri atas bagian terkecil yang disebut atom).
- Proposisi Majemuk suatu ungkapan yang dirangkaikan dengan kata-kata penghubung seperti 'dan', 'atau' serta kata penghubung lainnya.
d. - Proposisi Atomis adalah pengungkapan fakta-fakta yang paling sederhana (istilah atomis sepadan dengan susunan benda-benda yang terdiri atas bagian terkecil yang disebut atom). (Russel Bertrand).
- Proposisi atomis adalah fakta yang tidak terdiri atas fakta lebih lanjut dan lebih asasi atau mengungkapkan keberadaan suatu peristiwa (Ludwig Wittgeinstein)
e. Persamaan isomorf dengan picture theory: terdapat kesesuian logis antara sturktur bahasa dengan sturktur realitas dunia. Dunia merupakam keseluruhan fakta, adapun fakta terungkapkan melalui bahasa.
Perbedaannya: Russell menerapkan analisis bahasanya dengan menggunakan proposisi atomis mejadi proposisi yang bersifat majemuk, sedangkan Wittgeinstein menerapakan analisis bahasanya menggunakan metode menganalisis makna kata, anatara lain dengan menganalisis tipe kata-kata (Words Type).
8. - Positivisme logis yaitu gerakan filsafat baru yang dirintis oleh seorang fisikus sekaligus filsuf bernama Moritz Schlik(1882-1936). Aliran ini sangat dipengaruhi oeh pemikiran filsafat LudwigWittgenstein. Positivisme logis menerima pandangan-pandangan filosofis dari atomisme logis tentang logika dan cara atau teknik analisisnya namun demikian menolak metafisika atomisme logis.
- Perbedaannya: Atomisme menerima metafisika, fakta tidak harus ada sekarang, sedangkan positivisme menolak metafisika, fakta harus ada pada sekarang.
- Persamaannya: Atomisme dan positivisme logis lebih pada tataran semantik, apakah bahasa itu bermakna atau tidak, bermakana jika merujuk pada realitas.
9. Prinsip verifikasi adalah suatu keharusan bahwa suatu pernyataan atau proposisi itu secara prinsip memiliki kemungkinan diverifikasi secara empiris. Hal ini bukan mengharuskan bahwa suatu pernyataan atau proposisi itu telah dilakukan verifikasi atau tidak mengharuskan menghasilkan suatu pernyataan yang mesti benar. Prinsip Verifikasi berarti menguji, membuktikan secara empiris. Setiap ilmu pengetahuan dan filsafat senantiasa memiliki makna apabila secara prinsip bisa diverifikasi.
10. Cara pandang seorang ahli filsafat atau keilmuan lainnya pasti akan berubah mengikuti perubahan zaman yaitu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan bersifat dinamis. Suatu saat ilmu yang satu akan menggantikan ilmu yang lain. Pada masa atomisme dan positivisme logis ahli filsafat bahasa memandang bahasa hanya pada tataran semantic yaitu apakah bahasa itu bermakana atau tidak,sedangkan pada masa filsafat bahasa biasa yang merupakan perkembangan cara pandang ahli filsafat bahasa terhadapa bahasa yang artinya mengalami pembaharuan tentang bahasa. Pada masa ini ahli filsafat bahasa memandang bahasa lebih ke tataran pragmatik (penggunaan), dalam kontek apa bahasa itu digunakan.
11. a) Wittgenstein lebih mendasarkan pada makna bahasa sehari-hari dalam kaitannya dengan konteks penggunaannya dalam berbagai bidangkehidupan sehingga dikembangkannya dalam teori yang dikenal (Language-games). Sedangkan Ryle lebih menekankan pada aspek pragmatis dalam kaitannya dengan aturan-aturan logis, sehingga Ryle sering menemukan persoalan filsafat timbul karena kekacauan dalam penggunaan bahasa yang melanggar norma logika atau yang tidak sesuai dengan kategori logika, yang dikenal dengan (Category mistake).

b) Language-games. Wittgenstein lebih menekankan aspek pragmatis bahasa atau dengan perkataan lain lebih melek, dalam berbagai macam permainan terdapat aturan-aturan main tersendiri yang merupakan pedoman dalam tata permainan. Dalam pengertian ini dimaksudkan oleh Wittgeinstein selain permainan catur masih banyak lagi permainan-permainan lainnya seperti bola Volly, sepakbola,dan lain sebagainya.

c) Category Mistake. Kekeliruan dalam penggunaan bahasa dalam melukiskan fakta-fakta yang termasuk kategori satu dengan menggunakan ciri-cir logis yang menandakan kategori lain.

12. Speech act (Tindakan Bahasa) adalah mengolah filsafat bahasa biasa dalam suatu perspektif yang bersifat menyeluruh. Yang tidak hanya terbatas pada analisis makna bahasa biasa melainkan menganalisis bermacam-macam ungkapan atau ucapan dalam kaitannya dengan tindakan penuturnya.
Speech act dibagi atas 3 macam: 1) Tindakan Lokusi (Locutionary Acts), (2) Tindakan Illokusi (Illocutinary Act), dan Tindakan Bahasa Perlokusi (Perlocutionary Acts).
13. Tindakan Lokusi (Locutionary Acts): suatu tindakan bahasa untuk menyampaikan sesuatu, yaitu tindakan bicara penuturnya dikaitkan dengan sesuatu yang diutamakan dalam isi tuturannya.misalnya: “ ada seekor ayam di pohon”. Hal ini berarti melalui ucapan tersebut mengarah atau mengacu kepada orang ketiga.Melalui ucapan lokusi ini tidak memnuntut tanggung jawab si penutur untuk melaksanakan isi tuturannya.
14. - Tindakan Lokusi (Locutionary Acts): suatu tindakan bahasa untuk menyampaikan sesuatu, yaitu tindakan bicara penuturnya dikaitkan dengan sesuatu yang diutamakan dalam isi tuturannya.
- Tindakan Illokusi (Illocutinary Act), yaitu suatu penampilan tindakan bahasa dalam mengatakan sesuatu, yang dilawankan dengan mengatakan sesuatu.
- Tindakan Bahasa Perlokusi (Perlocutionary Acts), yaitu tindakan bahasa dalam mengatakan sesuatu dengan maksud untuk menimbulkan efek, respon atau reaksi atas pikiran bagi orang yang diajak berbicara oleh penutur bahasa.
15. a) Ucapan konstantif (Constantive Utterance) adalah salah satu mjenis ucapan yang melukiskan atau menggambarkan suatu keadaan factual. Secara kamus bias dibuktikan atau dibenarkan tanpa harus dibuktikan sekarang. Contohnya: Undang-undang Dasar 1945 disyahkan tanggal 18 agustus 1945. Ucapan tersebut sudah termasuk dalam konstatif karena melukiskan suatu fakta atau kejadian yang telah lampau.
b) Ucapan Performatif (Performatif Utterance) adalah ucapan yang tidak dapat ditentukan benar atau salah berdasarkan peristiwanya atau fakta yang telah lampau, melainkan suatu ucapan yang memiliki konsekuensi perbuatan bagi penuturnya. Contohnya: Saya berjanji akan memberi hadiah kepada saudara, jika saya terpilih menjadi caleg DPR RI.

1 komentar:

  1. bos.....
    nama lengkapnya siapa yah? n artikel ini kapan di terbitkan? soalnya blog ini merupakan salah satu acuan referensi saya dalam menyusun skripsi.... thanks.. tolong sms di nomer aku... (085-253-610-714)....
    aku tunggu balasannya....
    secepatnya yah....

    BalasHapus